Kamis, 30 Januari 2014

Tiga Pelajaran Kepemimpinan dari Nelson Mandela



Tiga Pelajaran Kepemimpinan dari Nelson Mandela

      Saat dunia merayakan kehidupan dan warisan dari mantan presiden Afsel dan penerima Penghargaan Nobel Perdamaian Dunia Nelson Mandela, kita di dunia bisnis juga perlu memetik pelajaran kepemimpinan yang berharga dari kehidupan sang legenda. Bagaimana pun kepemimpinan Mandela mencerminkan nilai-nilai universal yang tidak akan lengkang oleh jaman. Nilai-nilai kepemimpinan ini patut diketahui dan diamalkan oleh setiap pemimpin, tidak terkecuali pemimpin bisnis. 

1.    Kepemimpinan itu mengedepankan perilaku, bukan jabatan
Meskipun Mandela hanya menjadi penguasa di Afsel selama 5 tahun, beliau mampu menjadi panutan warga dunia. Mandela merupakan contoh klasik bagaimana seseorang bisa memimpin tanpa adanya kewenangan formal. Selama lebih dari 27 tahun ia dipenjara, ia tetap memancarkan pengaruhnya. Sepanjang masa kepemimpinan sebagai presiden selama 5 tahun, kepemimpinannya lebih kokoh. Dalam 1,5 dekade dan masa pensiunnya dari dunia politik, pengaruh Mandela terus tumbuh dan meluas dalam bidag filantropi dan kemanusiaan. Tak bisa disangkal, pengaruhnya makin luas berkat posisi presiden yang ia duduki. Tetapi di samping itu, Mandela menunjukkan bahwa posisi dan gelar tidak mendefinsikan apakah seseorang pemimpin yang hebat, justru mereka mendefinisikan dirinya sendiri dan memaksimalkan kekuatan dan kekuasaannya yang didapat dalam posisi itu untuk memberikan sebanyak mungkin pengaruh positif bagi masyarakat luas yang dipimpinnya.
Kapasitas untuk menyatukan, memotivasi dan menggerakkan mereka yang dipimpin untuk mewujudkan aspirasi bersama dalam kehidupan ialah hal yang perlu dicapai dalam sebuah kepemimpinan, bukan hanya menduduki jabatan tertentu dan memerintah orang seenaknya. Kebenaran sederhana ini memberikan harapan bagi generasi masa kini dan mendatang, menunjukkan bahwa kepemimpinan bukanlah sebuah aktivitas yang semata-mata berhubungan dengan setelan jas atau penampilan rapi layaknya CEO ternama. Kebaikan bisa dilakukan pada semua tahap karir seseorang. Kepemimpinan yang baik dapat menyalakan kembali jiwa dan semangat dalam profesional yang tengah menapaki karirnya- seseorang tengah mengamati, belajar dan menirukan teladan yang Anda berikan, tidak peduli siapa yang mengakui atau mengabaikan kontribusi yang Anda berikan sebagai pemimpin. Pada saat yang sama, teladan yang diberikan Mandela juga memberikan tujuan yang tebrarukan pada para eksekutif senior bahwa pensiun bukanlah sesuatu yang menjadi momok menakutkan dan harus dihindari. Ada tujuan dan makna unik dalam setiap tahapan kehidupan manusia. Terimalah setiap fasenya dan arahkan ke tempat Anda berada.

2.    Lebih suka merangkul daripada balas dendam.
Dikatakan bahwa sat menghadapi bahaya, orang secara naluriah akan merespon, bertarung atau melarikan diri. Sama halnya dalam menghadapai konflik, banyak pemimpin bisnis yang ada di berbagai perusahaan memberikan respon standar yang hampir otomatis: mereka memilih untuk berkolaborasi atau membalas dendam. Tidak ragu lagi membalas lawan bisa memberikan kepuasan tetapi dalam dunia yang saling terhubung, hal ini bisa menjadi strategi jangka pendek yang suatu saat berubah merugikan Anda. Mengasingkan mitra potensial akan menghambat kemajuan Anda sendiri. Pembalasan makin memperkuat keterkungkungan, sementara kolaborasi akan menyembuhkan dan mengeratkan hubungan. Membalas memperpanjang permusuhan tetapi kolaborasi justru meningkatkan pembelajaran dan kemajuan bersama. Naluri untuk berkolaborasi ini menjadi titik tertinggi kepemimpinan abad ke-21 yang efektif. Inilah naluri yang dimiliki Mandela dalam memimpin.
Mandela mengasah naluri berkolaborasinya sebelum menjadi presiden kulit hitam pertama di Afsel, menyusun sebuah tim kepemimpinan yang multirasial dan seimbang dalam komposisi gender dalam memberantas apartheid sebagai kepala dalam Kongres Nasional Afrika. Seperti sebagian besar pemimpin hebat, Mandela mengetahui bagaimana mendengar dan memaksimalkan potensi dalam cara pikir orang lain. Ia memahami kekuatan memaafkan mereka yang sudah menganiayanya dan dengan rendah hati bekerjasama dengan mereka yang sudah diperlakukan secara kurang adil oleh Anda dan perusahaan Anda. Riset dan pengalaman menunjukkan bagaimana naluri berkolaborasi mengubah bangsa, merevolusi pasar, menignkatkan perusahaan dan akhirnya memperkaya kehidupan kita.

3.    Jangan pernah menyerah dengan gagasan yang tampak mustahil
Apakah gagasan bahwa Afsel yang bebas apartheid tidak mungkin tercapai hingga tidak pantas mendapatkan komitmen untuk mewujudkannya? Perkataan Mandela yang banyak dikutip ialah Selalu tampak mustahil hingga telah terwujud. Kegigihan tekadnya dalam menghadapi apartheid yang kurang manusiawi menunjukkan pada kita bahwa sesuatu yang tampak mustahil akan tetap mustahil jika pria dan wanita yang memiliki tujuan yang sama gagal membangkitkan keberanian untuk melakukan hal yang dianggap benar.


Sumber:
http://eciputra.com/berita-4634-3-pelajaran-kepemimpinan-dari-nelson-mandela.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar